Masyarakat Prindavan menunjukkan bahwa gaya hidup tradisional dapat tetap relevan di era modern. Dengan mengutamakan gotong royong, menghargai alam, serta melestarikan seni dan budaya,

http://www.mivadiva.com
Kehidupan sehari-hari masyarakat Prindavan berlangsung dalam ritme yang teratur, mengikuti siklus alam. Pagi hari dimulai sejak matahari terbit. Suara ayam jantan dan denting alat musik bambu sering menjadi tanda aktivitas dimulai. Para lelaki biasanya berangkat ke sawah atau ladang, sementara perempuan mengurus rumah tangga, menenun kain, dan menyiapkan sarapan.
Pekerjaan Lelaki: Bertani padi, jagung, atau umbi-umbian; sebagian menjadi nelayan jika dekat laut. Mereka bekerja hingga siang hari, kemudian istirahat bersama di bawah pohon besar sambil makan bekal.
Peran Perempuan: Selain mengurus rumah, perempuan juga aktif dalam produksi ekonomi keluarga, seperti menenun, membuat anyaman bambu, atau menjual hasil kebun di pasar desa.
Anak-Anak: Setelah sekolah, mereka membantu orang tua, misalnya memberi makan ternak, mengambil air dari sumur, atau mengumpulkan kayu bakar.
Makan dan Kuliner Lokal: Makanan khas Prindavan sederhana namun sarat makna. Hampir semua berbahan dasar hasil bumi lokal.
Sarapan: Biasanya berupa bubur jagung, singkong rebus, atau nasi dengan lauk sederhana seperti ikan asin dan sambal cabai rawit.
Makan Siang: Nasi dengan sayur daun singkong, kacang panjang, labu, atau hasil kebun lain. Kadang disertai lauk ikan sungai atau ayam kampung.
Makan Malam: Lebih ringan, berupa sup sayuran atau bubur.
Kuliner Tradisional: Ada makanan khas festival, seperti kue beras manis yang hanya dibuat saat upacara panen. Makanan ini dipercaya sebagai simbol keberkahan
Bagi masyarakat Prindavan, makan bukan hanya soal mengenyangkan perut, tapi juga ritual kebersamaan. Makan dilakukan bersama keluarga besar, duduk di lantai beralaskan tikar, dengan wadah anyaman bambu
Pakaian dan Identitas Budaya : Pakaian masyarakat Prindavan mencerminkan identitas budaya mereka.
Pakaian Sehari-hari: Laki-laki memakai kain sarung atau celana longgar dari bahan katun, dipadukan dengan kemeja tipis. Perempuan mengenakan kain tenun tradisional yang dililit, dengan atasan kebaya sederhana.
Pakaian Adat: Saat upacara atau festival, mereka mengenakan kain tenun Prindavan bermotif khas, biasanya berwarna merah, biru tua, dan emas. Perempuan melengkapi dengan perhiasan manik-manik buatan tangan, sedangkan laki-laki memakai ikat kepala.
Simbol Pakaian: Motif tenun bukan sekadar hiasan, melainkan penanda status sosial, usia, bahkan peran dalam masyarakat. Misalnya, motif tertentu hanya boleh dipakai oleh tetua adat.
Sosial dan Komunitas : Hidup bermasyarakat di Prindavan kental dengan gotong royong dan solidaritas.
Gotong Royong: Setiap kali ada warga membangun rumah, seluruh tetangga datang membantu tanpa upah, hanya dibalas dengan makanan dan rasa persaudaraan.
Ritual Komunal: Upacara panen, pesta laut, dan ritual siklus hidup (kelahiran, pernikahan, kematian) selalu dilakukan secara bersama-sama.
Pasar Desa: Menjadi pusat interaksi sosial. Tidak hanya tempat jual beli, tetapi juga tempat bertukar kabar, mendiskusikan masalah, dan memperkuat ikatan sosial.
Spiritual dan Religiusitas : Masyarakat Prindavan memandang hidup secara spiritual.
Kepercayaan Lokal: Mereka percaya pada roh leluhur dan kekuatan alam. Ritual persembahan kepada bumi, hutan, dan laut dilakukan untuk menjaga keseimbangan.
Ritual Harian: Sebelum makan, sebagian warga masih mengucapkan doa singkat atau meletakkan sesendok nasi di halaman rumah sebagai persembahan simbolis kepada leluhur.
Tempat Ibadah Komunal: Ada balai adat yang berfungsi sebagai ruang pertemuan sekaligus pusat kegiatan spiritual.
Meski hidup dalam kesederhanaan, masyarakat Prindavan kini mulai bersentuhan dengan teknologi modern.
Generasi Muda: Menggunakan smartphone untuk memotret kerajinan, merekam tarian, dan membagikannya di media sosial.
Ekonomi Kreatif: Beberapa produk tenun dan anyaman dijual secara daring melalui platform lokal, sehingga dikenal hingga luar daerah.
Pendidikan Formal: Sekolah dasar dan menengah sudah tersedia, tetapi anak-anak tetap mendapat pendidikan budaya lewat sanggar seni desa.

baca juga : Drone light show Koreografi Visual digital
baca juga : Ruang Indonesia Festival (RI Fest) 2025
baca juga : Flower City Fest 2025: Festival Musik Spektakuler di Bandung
masyarakat Prindavan sikap mencerminkan filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, kebersamaan, dan keberlanjutan. Meski arus modernisasi kian deras, mereka berusaha beradaptasi tanpa mengorbankan jati diri.
